Bahaya Minyak Jelantah dan Kriteria Penggunaannya yang Benar
Gurubagi.com. Banyak penjual gorengan tetap menggunakan minyak jelantah, atau minyak goreng yang sudah digunakan berulang kali bahkan berhari-hari tidak diganti.
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang sudah digunakan berulang kali sehingga kandungan nabati yang terdapat di dalamnya menjadi rusak.
Minyak ini biasanya ditandai dengan perubahan warna minyak dari kuning keemasan menjadi cokelat tua hingga kehitaman, serta munculnya bau tengik karena proses oksidasi karena pemanasan yang berulang-ulang.
Makanan yang diolah dengan minyak jelantah akan memiliki rasa yang tengik, selain itu, nilai gizi dan dikandung makanan itu juga akan menurun, bahkan dapat berbahaya bagi kesehatan Anda.
Semakin sering Anda mengonsumsi gorengan yang dimasak dengan minyak jelantah, maka semakin besar bahayanya buat tubuh Anda.
Berikut ini adalah sejumlah bahaya minyak jelantah bagi kesehatan.
1. Penyakit Jantung
Konsumsi minyak jelantah secara berlebihan akan meningkatkan kolesterol, sehingga menyebabkan risiko penyempitan pembuluh darah.
Makanan dengan kandungan lemak jenuh tinggi seperti gorengan yang diolah dengan jelantah menjadi salah satu penyebab tingginya kasus kematian karena penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah.
2. Infeksi Bakteri
Minyak yang sudah dipakai berkali-kali digunakan seperti minyak jelantah ini, akan jadi sarang untuk perkembangbiakan berbagai jenis bakteri. Salah satunya, yaitu Clostridium botulinum, bakteri penyebab penyakit botulisme.
Bakteri-bakteri tersebut akan makan dari partikel dan remah-remah sisa gorengan yang ada pada panci atau minyak. Oleh karena itu, menggoreng dengan minyak bekas pun akan membuat Anda lebih rentan kena infeksi bakteri.
Apalagi jika minyak goreng yang digunakan bukan minyak baru, melainkan sudah dipakai berulang kali. Hal itu justru banyak dilupakan para ibu rumah tangga dan penjual gorengan pinggir jalan. Mereka sudah terbiasa menggoreng, jadi lupa harus mengganti minyak yang baru.
3. Diabetes
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa makan makanan yang digoreng dengan minyak membuat Anda berisiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2.
Satu studi menemukan bahwa orang yang makan makanan berminyak lebih dari dua kali per minggu dua kali lebih mungkin untuk mengembangkan resistensi insulin, dibandingkan dengan mereka yang memakannya kurang dari sekali seminggu.
Selain itu, dua penelitian observasional besar menemukan hubungan yang kuat antara seberapa sering peserta makan makanan di goreng dan risiko diabetes tipe 2.
Mereka yang mengonsumsi 4-6 porsi makanan digoreng per minggu 39% lebih mungkin untuk menderita diabetes tipe 2, dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi kurang dari satu porsi per minggu.
Baca :
- Bahaya Kertas Koran untuk Pembungkus Makanan Bagi Kesehatan
- Kenali Bahaya Penggunaan Plastik Sebagai Pembungkus Makanan
- Seputar Bahaya Plastik Pembungkus Makanan dan Cara Menghindarinya
Demikian pula, mereka yang makan gorengan tujuh atau lebih kali per minggu adalah 55% lebih mungkin untuk mengembangkan diabetes tipe 2, dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi kurang dari satu porsi per minggu.
4. Obesitas
Dibandingkan dengan metode memasak lainnya, menggoreng menambah banyak kalori. Ketika makanan digoreng dalam minyak, maka akan kehilangan air dan menyerap lemak, yang selanjutnya meningkatkan kandungan kalori, apalagi jika digoreng menggunakan minyak jelantah.
Secara umum, makanan yang digoreng memiliki lemak dan kalori yang jauh lebih tinggi daripada makanan yang tidak digoreng. Kalori bertambah dengan cepat saat makan makanan yang digoreng. Tingginya konsumsi kalori pada tubuh bisa memicu obesitas.
Penelitian menunjukkan bahwa lemak trans dalam makanan yang digoreng mungkin memainkan peran penting dalam penambahan berat badan, karena mereka dapat mempengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan dan penyimpanan lemak.
5. Peradangan
Peradangan berlebih diyakini sebagai salah satu pendorong utama banyak penyakit kronis. Ini termasuk penyakit jantung, sindrom metabolik, diabetes, radang sendi dan banyak lainnya. Ada tiga uji klinis yang menyelidiki hubungan antara lemak trans dan inflamasi.
Dua menemukan bahwa lemak trans meningkatkan penanda inflamasi seperti IL-6 dan TNF alpha ketika mengganti nutrisi lain dalam makanan.
Di dalam penelitian observasional, lemak trans terkait dengan peningkatan penanda peradangan, termasuk C-Reactive Protein, terutama pada orang yang memiliki banyak lemak tubuh.
6. Penyakit Kolesterol Tinggi
Dampak kesehatan konsumsi minyak jelantah diantaranya menyebabkan penyakit degeneratif seperti kolesterol, kanker, dan penyakit jantung.
Jelantah mengandung asam lemak jenuh tinggi akibat proses pemanasan yang dilaluinya. Jika dikonsumsi, akibatnya adalah penurunan HDL kolesterol serta peningkatan LDL dan total kolesterol.
Ketika minyak nabati dipanaskan berulang-ulang, terjadi proses oksidasi yang menghasilkan radikalk bebas dan senyawa toksik yang dapat meracuni tubuh manusia.
Kriteria Minyak Jelantah yang Masih Bisa Digunakan
Minyak jelantah sebenarnya masih aman dapat digunakan asalkan memiliki beberapa kriteria, sebagai berikut.
1. Tidak berwarna pekat
Jika minyak jelantah sudah berwarna cokelat atau bahkan hitam, jangan digunakan lagi untuk memasak.
2. Belum pernah dipanaskan lebih dari dua kali
Minyak yang terlalu sering digunakan akan semakin rentan menghasilkan radikal bebas pada masakan, sedangkan kandungan vitamin dan antioksidan semakin berkurang.
3. Tidak berbau
Bau tengik pada minyak menandakan minyak sudah tidak layak pakai, begitu pula jika minyak tersebut terlihat kental atau lengket.
4. Perhatkan penyimpanan
Pastikan Anda menyimpan minyak jelantah yang sudah disaring terlebih dahulu setelah digunakan dalam wadah tertutup, sehingga tidak terpapar udara maupun cahaya.
Jika perlu, Anda dapat menyimpannya di kulkas menggunakan ice tray agar bisa langsung digunakan sesuai porsi yang Anda butuhkan.
Demikian ulasan mengenai bahaya minyak Jelantah dan kriteria penggunaannya yang benar. semoga bermanfaat.