Unduh Buku Moderasi Beragama
Gurubagi.com. Buku Moderasi Beragama telah diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia.
Di dalam Buku Moderasi Beragama ini terdapat beberap tujuan, diantaranya menjelaskan apa (what), mengapa (why), dan bagaimana (how) terkait moderasi beragama. Apa itu moderasi beragama? Mengapa ia penting? Dan bagaimana strategi mengimplementasikannya?
Ada tiga bagian utama untuk menjawab tiga pertanyaan tersebut, yakni: Kajian Konseptual Moderasi Beragama; Pengalaman Empirik Moderasi Beragama; serta Strategi Penguatan dan Implementasi Moderasi Beragama.
Bagian pertama Buku Moderasi Beragama berisi penjelasan konseptual terkait moderasi beragama, mulai dari definisinya, nilai dan prinsip dasarmya, sumber rujukannya dalam tradisi berbagai agama, dan indikatornya.
Pada bagian ini, pembahasan tentang prinsip adil, berimbang, akomodatif, inklusif, dan toleran akan menjadi bagian penting sebagai indikator adanya moderasi.
Bagian kedua membahas latar belakang dan konteks sosio-kultural pentingnya moderasi beragama, serta contoh implementasinya dalam pengalaman empirik masyarakat Indonesia.
Moderasi dijadikan sebagai cara pandang (perspektif) dalam seluruh praktik kehidupan beragama. Bagian ketiga memetakan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam melakukan penguatan dan implementasi moderasi beragama.
Tujuan penguatan ini adalah agar moderasi beragama dapat secara terstruktur dijadikan sebagai program nasional, sehingga melekat menjadi cara pandang baik bagi setiap individu maupun lembaga.
Penguatan moderasi beragama ini dilakukan dengan tiga strategi utama, yakni: pertama, sosialisasi gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada seluruh lapisan masyarakat; kedua pelembagaan moderasi beragama ke dalam program dan kebijakan yang mengikat; dan ketiga, integrasi rumusan moderasi beragama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Baca : Buku Panduan Pengembangan Komunitas Belajar Bagi Pendidik
Strategi struktural ini dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat langkah-langkah lain yang selama ini sudah ditempuh, dan semakin perlu diperkuat, yaitu memfasilitasi ruang-ruang perjumpaan antarkelompok masyarakat, untuk memperkuat nilai-nilai insklusif dan toleransi, misalnya dalam bentuk dialog lintas-iman.
Buku Moderasi Beragama ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh sebanyak mungkin pihak yang mendambakan hidup rukun dan damai dalam keragaman. Buku Moderasi Beragama ini harus men- jadi milik bersama, bukan hanya milik penganut agama tertentu saja.
Mengapa Penting Moderasi Beragama?
Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering diajukan, mengapa kita, bangsa Indonesia khususnya, membutuhkan perspektif moderasi dalam beragama?
Secara umum, jawabannya adalah karena keragaman dalam beragama itu niscaya, tidak mungkin dihilangkan. Ide dasar moderasi adalah untuk mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan.
Jika dielaborasi lebih lanjut, ada setidaknya tiga alasan utama mengapa kita perlu moderasi beragama. Pertama, salah satu esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilang-kan nyawanya. Itu mengapa setiap agama selalu membawa misi damai dan keselamatan. Untuk mencapai itu, agama selalu menghadirkan ajaran tentang keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan; agama juga mengajarkan bahwa menjaga nyawa manusia harus menjadi prioritas; menghilangkan satu nyawa sama artinya dengan menghi- langkan nyawa keseluruhan umat manusia. Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Orang yang ekstrem tidak jarang terjebak dalam praktik beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan.
Orang beragama dengan cara ini rela merendahkan sesama manusia “atas nama Tuhan”, padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama.
Sebagian manusia sering mengeksploitasi ajaran agama untuk memenuhi kepentingan hawa nafsunya, kepentingan hewaninya, dan tidak jarang juga untuk melegitimasi hasrat politiknya.
Aksi-aksi eksploitatif atas nama agama ini yang menyebabkan kehidupan beragama menjadi tidak seimbang, cenderung ekstrem dan berlebih-lebihan. Jadi, dalam hal ini, pentingnya moderasi beragama adalah karena ia menjadi cara mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia, tidak sebaliknya.
Kedua, ribuan tahun setelah agama-agama lahir, manusia semakin bertambah dan beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beraneka warna kulit, tersebar di berbagai negeri dan wilayah.
Seiring dengan perkembangan dan persebaran umat manusia, agama juga turut berkembang dan tersebar. Karya-karya ulama terdahulu yang ditulis dalam bahasa Arab tidak lagi memadai untuk mewadahi seluruh kompleksitas persoalan kemanusiaan.
Teks-teks agama pun mengalami multitafsir, kebenaran menjadi beranak pinak; sebagian pemeluk agama tidak lagi berpegang teguh pada esensi dan hakikat ajaran agamanya, melainkan bersikap fanatik pada tafsir kebenaran versi yang disukainya, dan terkadang tafsir yang sesuai dengan kepentingan politiknya. Maka, konflik pun tak terelakkan.
Kompleksitas kehidupan manusia dan agama seperti itu terjadi di berbagai belahan dunia, tidak saja di Indonesia dan Asia, melainkan juga di berbagai belahan dunia lainnya.
Konteks ini yang menyebabkan pentingnya moderasi beragama, agar peradaban manusia tidak musnah akibat konflik berlatar agama.
Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan. Sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya. Indonesia
disepakati bukan negara agama, tapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya.
Nilai-nilai agama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan dan adat-istiadat lokal, beberapa hukum agama dilembagakan oleh negara, ritual agama dan budaya berjalin berkelindan dengan rukun dan damai. Itulah sesungguhnya jati diri Indonesia, negeri yang sangat agamis, dengan karakternya yang santun, toleran, dan mampu berdialog dengan keragaman.
Ekstremisme dan radikalisme niscaya akan merusak sendi-sendi keindonesiaan kita, jika dibiarkan tumbuh berkembang. Karenanya, moderasi beragama amat penting dijadikan cara pandang.
Selain dari tiga poin besar di atas, dapat juga dijelaskan bahwa moderasi beragama sesungguhnya merupakan kebaikan moral bersama yang relevan tidak saja dengan perilaku individu, melainkan juga dengan komunitas atau lembaga.
Moderasi telah lama menjadi aspek yang menonjol dalam sejarah peradaban dan tradisi semua agama di dunia. Masing-masing agama niscaya memiliki kecenderungan ajaran yang mengacu pada satu titik makna yang sama, yaitu bahwa memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, dan tidak berlebih-lebihan, merupakan sikap beragama yang paling ideal.
Kesamaan nilai moderasi ini pula yang kiranya menjadi energi yang mendorong terjadinya pertemuan bersejarah dua tokoh agama besar dunia, Paus Fransiskus dengan Imam Besar Al Azhar, Syekh Ahmad el-Tayyeb, pada 4 Februari 2019 lalu.
Pertemuan tersebut telah menghasilkan dokumen persaudaraan kemanusiaan (human fraternity document), yang di antara pesan utamanya menegaskan bahwa musuh bersama kita saat ini sesungguhnya adalah ekstre- misme akut (fanatic extremism), hasrat saling memusnahkan (destruction), perang (war), intoleransi (intolerance), serta rasa benci (hateful attitudes) di antara sesama umat manusia, yang semuanya mengatasnamakan agama.
Sejumlah peristiwa kekerasan di berbagai negara menegaskan betapa ekstremisme dan terorisme bukan monopoli satu agama dan tidak mendapatkan tempat dalam agama mana pun.
Ancaman teror dan kekerasan sering lahir akibat adanya pandangan, sikap, dan tindakan esktrem seseorang yang mengatasnamakan agama. Pada saat yang sama, sikap moderat yang menekankan pada keadilan dan keseimbangan, dapat muncul dari siapa saja, tanpa melihat afiliasi agamanya.
Sebagai negara yang plural dan multikultural, konflik berlatar agama sangat potensial terjadi di Indonesia. Itu mengapa kita perlu moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankan pada keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan sesama manusia secara keseluruhan.
Lebih dari itu, cara pandang dan praktik moderasi dalam beragama bukan hanya kebutuhan masyarakat Indonesia, melainkan kebutuhan global masyarakat dunia.
Moderasi beragama mengajak ekstrem kanan dan ekstrem kiri, kelompok beragama yang ultra-konservatif dan liberal, untuk sama-sama mencari persamaan dan titik temu di tengah, menjadi umat yang moderat.
Buku Moderasi Beragama selengkapnya dapat dibaca dan di unduh pada tautan berikut ini.
Demikian mengenai Buku Moderasi Beragama. Semoga bermanfaat